Catatan Menarik dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
TABLOIDBINTANG.COM - Di tengah pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020, sejumlah sektor industri mencoba bertahan dan menggeliat. Salah satu yang menarik dicermati, maraknya impor baja yang masuk ke kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau dikenal sebagai Free Trade Zone (FTZ) Batam. Fenomena ini disorot sejumlah pihak terkait dan ditindaklanjuti imbauan kepada Pemerintah agar memperhatikan keberlanjutan industri baja nasional.
Impor baja marak karena adanya pembebasan bea masuk, termasuk antidumping, imbalan, serta pengamanan perdagangan. Ini terungkap dalam gelar wicara virtual bertajuk “Dampak Pengesahan PP Nomor 41/2021 Terhadap Industri Baja Nasional,” Jumat (26/2/2021). Dalam kesempatan itu, Direktur Technology dan Businnes Development Krakatau Posco, Gersang Tarigan, menyatakan, “Kami sudah minta pemerintah mengenakan bea masuk antidumping terhadap impor pelat di FTZ Batam.”
“Ini tidak dapat dilakukan sebelumnya karena terbentur Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2012,” urainya. Lebih lanjut, Gersang mengingatkan soal konsumsi pelat baja untuk galangan kapal di FTZ Batam relatif besar jika dibandingkan dengan yang di luar Batam. Permintaan pelat baja di Batam, masih menurut Gersang, mencapai 400 ribu ton per tahun. Namun 304 ribu ton atau 76 persen di antaranya berasal dari impor.
Sekitar 68 persen impor pelat baja di Batam didatangkan dari tiga negara yakni Ukraina, Singapura, dan Tiongkok. “Tiga negara ini melakukan dumping atau menjual di bawah harga normal di pasar domestik negara pengekspor. Ini merugikan industri baja nasional. Karena harganya tidak wajar sehingga industri baja nasional akan sulit bersaing. Industri baja nasional akan merugi dan kami sangat terdampak,” pungkasnya.